BATU
SATAM/BILLITONITE
Billitonite
atau yang biasa dikenal dengan nama batu SATAM adalah sejenis batu yang bisa di
temukan di pulau Belitung, batu tersebut hanya bisa ditemukan secara kebetulan
ketika para penambang timah sedang menggali bijih timah dilokasi pertambangan
darat di pulau Belitung. Hal yang unik dari batu ini yaitu, beberapa daerah
penghasil bijih timah di Indonesia bahkan di dunia, jenis batuan ini tidak bisa
ditemukan kecuali di Pulau belitung.
Pada tahun
1921 seorang dari belanda bernama Ir. N. WING EASTON, dari akademi Amsterdam di
Belanda menamakan batu ini “BILLITONITE” yang artinya batu dari Belitung
(berasal dari Bahasa Belanda). Sedangkan nama SATAM berasal dari Bahasa Cina.
SA artinya PASIR dan TAM artinya EMPEDU. Jadi nama SATAM adalah empedu pasir,
kata orang-orang cina yang ada di pulau Belitung. Billitonite atau batu satam,
orang-orang juga biasa menyebutnya dengan BATU HITAM. Berjuta-juta tahun yang
lalu adalah sebuah meteor diperkirakan meledak di angkasa karena pergesekan dengan
udara, bagian (pecahan) dari meteor tersebut jatuh bagaikan hujan partikel yang
berkilap-kilap dan membeku bagaikan batu kaca yang menyebar ke segala penjuru
permukaan bumi seperti Indonesia yaitu di pulau Belitung, Jawa dekat solo serta
negara-negara lain seperti Australia, Cekoslawakia dan Arab. Warna hitam pada
batu ini berasal dari percampuran dengan zat asam karbon dan zat mangan.
Jadi, Batu Satam adalah
batu hasil tabrakan meteor dengan bumi, terbentuk menjadi
serpihan-serpihan yang berkilauan bagaikan batu kaca, yang menyebar ke segala
penjuru permukaan bumi seperti di Indonesia di Pulau Belitung, didekat Solo dan
negara-negara lain seperti Australia, Cekoslavia, dan Arab. Salah satu batu
berkilauan itu dikenal dengan nama Batu Satam, yang hanya dapat ditemui di
Pulau Belitung. Batu langka berwarna hitam dengan urat-uratnya yang khas,
menjadi daya tarik tersendiri jika kita berkunjung ke pulau penghasil timah
itu. Batu satam ini mungkin hanya satu-satunya yang ada didunia. Di Pulau
Belitung sendiri, tidak mudah untuk mendapatkan batu satam, apalagi untuk
dijadikan kerajinan. Biasanya para perajin mendapatkan batu satam dari para
penambang timah darat, yang menemukan satam ini secara kebetulan dari perut
bumi dengan kedalaman 50 meter. Mereka pun menemukannya secara tak sengaja,
terbawa oleh pipa pompa penghisap air yang diarahkan ke sakan yaitu tempat
untuk memisahkan pasir dan timah.
Istilah satam
diambil dari bahasa warga keturunan Cina yang berada di Pulau Belitung. SA yang
artinya pasir, sedangkan TAM artinya empedu. Jadi satam berarti empedu pasir. Sementara
warga pribumi Belitung sendiri mengartikan satam adalah Batu hitam. Namun
berdasarkan keterangan dari buku De Ontwikkling Van Het Eiland
Billiton-Maatschappij karangan Door J.C. Mollema yang diterbitkan S.
Gravenhage, Martinus Nijhoff 1992, menuliskan seorang berkebangsaan Belanda
yang bernama Ir. N Wing Easton dari Akademi Amesterdam di Belanda menamakan
bebatuan meteor ini dengan istilah Billitonite yang artinya batu dari Pulau
Belitung.
Di kalangan
masyarakat Belitung sendiri, batu satam ini dipercaya mempunyai kekuatan magis
sebagai penangkal dan penolak racun serta unsur makhluk-gaib. Namun bagi
wisatawan yang berkunjung ke Pulau Timah ini, selalu menyempatkan diri membeli
batu satam ini sebagai cendramata khas Pulau Belitung, yang dijadikan kalung,
giwang, bros, cincin, tasbih, tongkat komando dan sebagainya, yang dikenal
dengan istilah Kerajinan Satam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar