Selasa, 26 November 2013

BATU SATAM/BILLITONITE



BATU SATAM/BILLITONITE


Billitonite atau yang biasa dikenal dengan nama batu SATAM adalah sejenis batu yang bisa di temukan di pulau Belitung, batu tersebut hanya bisa ditemukan secara kebetulan ketika para penambang timah sedang menggali bijih timah dilokasi pertambangan darat di pulau Belitung. Hal yang unik dari batu ini yaitu, beberapa daerah penghasil bijih timah di Indonesia bahkan di dunia, jenis batuan ini tidak bisa ditemukan kecuali di Pulau belitung.
Pada tahun 1921 seorang dari belanda bernama Ir. N. WING EASTON, dari akademi Amsterdam di Belanda menamakan batu ini “BILLITONITE” yang artinya batu dari Belitung (berasal dari Bahasa Belanda). Sedangkan nama SATAM berasal dari Bahasa Cina. SA artinya PASIR dan TAM artinya EMPEDU. Jadi nama SATAM adalah empedu pasir, kata orang-orang cina yang ada di pulau Belitung. Billitonite atau batu satam, orang-orang juga biasa menyebutnya dengan BATU HITAM. Berjuta-juta tahun yang lalu adalah sebuah meteor diperkirakan meledak di angkasa karena pergesekan dengan udara, bagian (pecahan) dari meteor tersebut jatuh bagaikan hujan partikel yang berkilap-kilap dan membeku bagaikan batu kaca yang menyebar ke segala penjuru permukaan bumi seperti Indonesia yaitu di pulau Belitung, Jawa dekat solo serta negara-negara lain seperti Australia, Cekoslawakia dan Arab. Warna hitam pada batu ini berasal dari percampuran dengan zat asam karbon dan zat mangan.
Jadi, Batu Satam adalah batu hasil tabrakan meteor dengan bumi, terbentuk menjadi serpihan-serpihan yang berkilauan bagaikan batu kaca, yang menyebar ke segala penjuru permukaan bumi seperti di Indonesia di Pulau Belitung, didekat Solo dan negara-negara lain seperti Australia, Cekoslavia, dan Arab. Salah satu batu berkilauan itu dikenal dengan nama Batu Satam, yang hanya dapat ditemui di Pulau Belitung. Batu langka berwarna hitam dengan urat-uratnya yang khas, menjadi daya tarik tersendiri jika kita berkunjung ke pulau penghasil timah itu. Batu satam ini mungkin hanya satu-satunya yang ada didunia. Di Pulau Belitung sendiri, tidak mudah untuk mendapatkan batu satam, apalagi untuk dijadikan kerajinan. Biasanya para perajin mendapatkan batu satam dari para penambang timah darat, yang menemukan satam ini secara kebetulan dari perut bumi dengan kedalaman 50 meter. Mereka pun menemukannya secara tak sengaja, terbawa oleh pipa pompa penghisap air yang diarahkan ke sakan yaitu tempat untuk memisahkan pasir dan timah.
Istilah satam diambil dari bahasa warga keturunan Cina yang berada di Pulau Belitung. SA yang artinya pasir, sedangkan TAM artinya empedu. Jadi satam berarti empedu pasir. Sementara warga pribumi Belitung sendiri mengartikan satam adalah Batu hitam. Namun berdasarkan keterangan dari buku De Ontwikkling Van Het Eiland Billiton-Maatschappij karangan Door J.C. Mollema yang diterbitkan S. Gravenhage, Martinus Nijhoff 1992, menuliskan seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Ir. N Wing Easton dari Akademi Amesterdam di Belanda menamakan bebatuan meteor ini dengan istilah Billitonite yang artinya batu dari Pulau Belitung.
Di kalangan masyarakat Belitung sendiri, batu satam ini dipercaya mempunyai kekuatan magis sebagai penangkal dan penolak racun serta unsur makhluk-gaib. Namun bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Timah ini, selalu menyempatkan diri membeli batu satam ini sebagai cendramata khas Pulau Belitung, yang dijadikan kalung, giwang, bros, cincin, tasbih, tongkat komando dan sebagainya, yang dikenal dengan istilah Kerajinan Satam.

SISTEM SUNGAI



BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Sistem sungai merupakan salah satu sistem kecil yang berada didalam sistem hidrologi. Sistem hidrologi merupakan siklus air yang kompleks mulai dari menguapnya air laut menuju atmosfer, kemudian menuju darat dan kembali lagi ke laut. (Hamblin & Christiansen, 1995).
Sungai memiliki berbagai karakter. Ada sungai yang lebar dan ada pula yang sempit.Ada sungai yang hanya terisi air bila turun hujan, tetapi banyak sungai yang berisi air sepanjang tahun. Karena banyak karakter itulah, maka sungai dianggap sebagai suatu sistem yang kompleks. Sistem sungai (river system) sering disebut juga sebagai cekungan pengaliran (drainage basin) terdiri dari kanal utama (main channel) dan semua percabangan sungai yang mengalir kedalamnya. Satu sistem dibatasi oleh pembagi sistem (divide) berupa punggungan (ridge), karena pengaliran diluar itu menjadi satu sistem yang lain. Sistem sungai merupakan funneling mechanism (mekanisme menyerupai corong) ketika membawa aliran permukaan (surface runoff) dan guguran batuan (rock debris) yang terlapukkan. Sistem sungai secara tipikal dibagi atas tiga, yaitu sistem pengumpulan (collecting system), sistem pengangkutan (transporting system) dan sistem penyebaran (dispersing system).
Berdasarkan uraian di atas, maka kami membuat sebuah makalah untuk menjelaskan mengenai sistem sungai sekaligus menyelesaikan tugas Mata Kuliah Geologi Dasar pada semester pertama.






1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu sistem sunga.
2. Apa saja jenis dari sistem sungai.

1.3. Tujuan
1. Untuk  mengetahui  apa itu sistem sungai.
2. untuk mengetahui jenis-jenis sistem sungai.



 BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Sistem sungai merupakan salah satu sistem kecil yang berada didalam sistem hidrologi. Sistem hidrologi merupakan siklus air yang kompleks mulai dari menguapnya air laut menuju atmosfer, kemudian menuju darat dan kembali lagi ke laut. 

http://ichsanmuhammad.files.wordpress.com/2010/09/siklus-hidrologi.png
Gambar 1. Sirkulasi air dalam sistem hidrologi (Hamblin & Christiansen, 1995).

Sistem bermula dari panas matahari yang mengevaporasi lautan sebagai reservoir utama air bumi. Sebagian besar air langsung kembali ke lautan sebagai hujan. Sirkulasi atmosferik membawa sebagian uap air menuju daratan, yang kemudian kembali ke bumi dalam bentuk hujan atau salju. Air yang jatuh ke bumi melalui berbagai cara akhirnya kembali juga ke lautan. Sebagian kembali ke atmosfer karena evaporasi, tetapi yang jelas kembali melalui aliran permukaan (surface runoff) dalam sistem sungai yang pada akhirnya bermuara di lautan (dibahas dalam bab ini). Sebagian air ada yang meresap kedalam bumi dan bergerak perlahan melalui ronggaporitanah dan batuan. Sebagian air ditangkap dan dimanfaatkan oleh tumbuhan dan kemudian dibuang ke atmosfer. Sebagian lagi banyak yang terus mengalir dan masuk secara perlahan ke sungai dan danau atau terus bermigrasi dibawah permukaan hingga lautan. Pada daerah kutub atau di pegunungan yang tinggi, sebagian air akan terperangkap pada kontinen sebagai glacial ice yang pada akhirnya secara perlahan bergerak dari daerah dingin ke daerah lebih hangat sehingga pencairan terjadi dan akhirnya aliran permukaan mengalir hingga ke lautan.

2.1.1. Pentingnya air mengalir
Kenampakan permukaan di Bumi berbeda dengan kenampakan permukaan di Bulan. Di Bumi pandangan didominasi oleh lembah sungai (stream valley) sedangkan di Bulan kenampakan didominasi oleh bentuk depresi kawah-kawah (crater). Lembah sungai dikenali dimanapun pada permukaan bumi, dan air yang mengalir sangat penting sebagai penyebab utama erosi. Illustrasi yang menggambarkan begitu dominannya lembah sungai dapat dilihat pada gambar 2.
http://ichsanmuhammad.files.wordpress.com/2010/09/a.png
http://ichsanmuhammad.files.wordpress.com/2010/09/b.png
http://ichsanmuhammad.files.wordpress.com/2010/09/c.png
(A)
           (B)
           (C)
Gambar 2. Erosi melalui mengalirnya air merupakan proses dominan dalam pembentukan bentang alam. (A). Citra Landsat dari daerah Ozark Plateau di Missouri memperlihatkan sistem sungai dan lembah-lembahnya. Citra diambil pada elevasi 650 km. (B) Kenampakan foto udara memperlihatkan jaringan sungai dan lembah yang kompleks. Foto diambil pada elevasi 12 km. (C) Foto udara memperlihatkan banyak sungai dan lembah kecil pada sistem pengaliran (Hamblin & Christiansen, 1995).

2.1.2. Karakteristik utama sistem sungai
Sungai memiliki berbagai karakter.Adasungai yang lebar dan ada pula yang sempit.Adasungai yang hanya terisi air bila turun hujan, tetapi banyak sungai yang berisi air sepanjang tahun. Karena banyak karakter itulah, maka sungai dianggap sebagai suatu sistem yang kompleks. Sistem sungai (river system) sering disebut juga sebagai cekungan pengaliran (drainage basin) terdiri dari kanal utama (main channel) dan semua percabangan sungai yang mengalir kedalamnya. Satu sistem dibatasi oleh pembagi sistem (divide) berupa punggungan (ridge), karena pengaliran diluar itu menjadi satu sistem yang lain. Sistem sungai merupakan funneling mechanism (mekanisme menyerupai corong) ketika membawa aliran permukaan (surface runoff) dan guguran batuan (rock debris) yang terlapukkan. Sistem sungai secara tipikal dibagi atas tiga, yaitu sistem pengumpulan (collecting system), sistem pengangkutan (transporting system) dan sistem penyebaran (dispersing system).

http://ichsanmuhammad.files.wordpress.com/2010/09/c.png
Gambar 7.3. Bagian utama dari sistem sungai dicirikan oleh proses geologi yang berbeda (Hamblin & Christiansen, 1995).


2.1.3. Sistem Pengumpulan
Sistem ini terdiri dari suatu jaringan percabangan sungai pada bagian hulu (head water region) yang berperan mengumpulkan dan menyalurkan air dan sedimen menuju sungai utama. Pola yang umum adalah pola pengaliran dendritik yang menyerupai pohon (dendritic drainage pattern) yang memiliki percabangan sungai yang meluas hingga bagian hulu hingga mencapai pembagi sistem sungai.

2.1.4. Sistem Pengangkutan
Sistem ini merupakan tubuh utama sungai yang berfungsi sebagai saluran berlalunya air dan sedimen yang berpindah dari sistem sebelumnya ke arah lautan. Walaupun proses utamanya adalah pengangkutan, namun pada subsistem ini juga menerima pasokan air dan sedimen. Pengendapan terjadi pada kelokan kanal (channel meanders) bagian sisi dalam dan ketika luapan sungai terjadi pada sisi sungai selama berlangsungnya banjir. Jadi, proses erosi, pengendapan dan pengangkutan terjadi pada sistem ini.

2.1.5. Sistem Penyebaran
Sistem ini terdiri dari jaringan pendistribusian pada muara sungai yaitu air dan sedimen disebarkan masuk ke laut, danau atau cekungan lainnya. Proses utamanya adalah pengendapan muatan sedimen kasar dan penyebaran material berbutir halus juga air sungai yang masuk kedalam basin.

2.1.6.  Tingkatan Sistem Sungai
Setiap sungai dan lembah-lembahnya merupakan bagian dari sistem pengaliran dengan masing-masing dengan percabangannya berperan mengalirkan air dalam sistem ini. Kajian sistem pengaliran memperlihatkan bahwa ketika sistem sungai berkembang dengan bebas pada permukaan yang homogen, maka dengan rasio matematis mengkarakterisasi hubungan antara percabangan sungai, ukuran dan kemiringan sungai serta lembah sungai. Hamblin dan Christiansen (1995) menyampaikan beberapa hal penting tentang generalisasi dan keterkaitannya dengan sungai sebagai berikut:
1.    Jumlah segmen atau percabangan sungai menurun kearah hilir
2.    Panjang hilir dalam progresif matematik percabangan sungai lebih besar kearah hilir
3.    kemiringan atau kelerengan sungai menurun secara eksponensial kearah hilir
4.    Kanal sungai menjadi lebih dalam dan menjadi lebih lebar secara progresif kearah hilir
5.    Ukuran lembah adalah tergantung dari ukuran sungai dan peningkatan kearah hilir secara proporsional 

2.2. Berdasarkan Pola Aliran Air
2.2.1. Sistem Sungai  
Sistem sungai adalah sekumpulan alur-alur sungai yang membentuk jaringan yang komplek dan luas dimana air yang berasal dari permukaan daratan mengalir. Batas geografis dimana seluruh air yang ada di suatu wilayah disebut sebagai watershed atau drainage basin. Dalam satu watershed terdapat beberapa alur sungai kecil-kecil yang disebut sebagai cabang-cabang sungai (tributaries) yang mengalirkan air ke alur sungai yang lebih besar (principal stream).
Sistem pengaliran sungai dalam suatu watershed dapat dipisah-pisahkan berdasarkan ukuran alur sungainya dan dikenal sebagai stream ordering. Order pertama dari pengaliran sungai adalah alur sungai yang ukurannya paling kecil, sedangkan order kedua adalah alur sungai yang hanya memiliki cabang-cabang sungai dari order pertama sebagai cabang sungainya. Order ke tiga adalah alur sungai yang hanya memiliki cabang-cabang sungai dari alur sungai order pertama dan atau order kedua. Secara umum, sungai yang mempunyai order yang lebih tinggi akan mempunyai batas pemisah air (watershed) yang lebih luas dan sudah barang tentu akan membawa air permukaan yang lebih banyak. Topografi yang tinggi umumnya memiliki batas pemisah air yang memisahkan arah aliran air runoff ke dalam cekungan yang berbeda didasarkan atas orientasi dari kemiringan lerengnya. Salah satu yang mengendalikan jumlah air yang berada dalam sungai di setiap lokasi adalah luas areal permukaan yang terdapat di dalam drainage basin tersebut dan hal ini merupakan fungsi dari batas pemisah pengaliran.
Sistem sungai mulai dari hulu kemudian kearah hilir hingga ke laut, yaitu mulai sumbernya di pegunungan kemudian mengalir melalui anak-anak cabangnya menuju ke saluran-saluran utama (tributary channel) yang pada akhirnya ke sungai induknya untuk menuju ke arah laut. Sungai ternyata merupakan media yang mampu mengangkut sejumlah besar bahan yang terbentuk sebagai akibat proses pelapukan batuan. Banyaknya bahan yang diangkut ditentukan oleh faktor iklim dan tatanan geologi dari suatu wilayah. Meskipun bahan-bahan yang diangkut oleh sungai berasal antara lain dari hasil penorehan yang dilakukan sungai itu sendiri, tetapi ternyata yang jumlahnya paling besar adalah yang berasal dari hasil proses pelapukan batuan. Proses pelapukan ternyata menghasilkan sejumlah besar bahan yang siap untuk diangkut baik oleh sungai maupun oleh cara lain seperti gerak tanah, dan atau air-tanah.

Gambar 4.7 Sistem Sungai : Sumber air (curah hujan + mata air), cabang-cabang sungai, meander, tanggulalam (levee), danau tapal kuda (oxbow lake),delta.

Material-material hasil pelapukan dan erosi diangkut oleh air sungai dan diendapkan sebagai sedimen. Aktivitas sungai yang mengalir di daratan akan meng-erosi dan merubah bentuk bentuk bentangalam. Proses-proses erosi dan pembentukan alur-alur sungai merupakan agen di dalam perubahan bentuk bentangalam.
Gambar 4.8 Sistem Sungai Meander : tanggulalam (levee), point bar, danau tapal kuda (oxbow lake), tanggulalam (levee), rawa belakang (backswamp).

     Air Terjun (Water Falls)                     Gosong pasir (Bar River)


    Kipas Aluvial (Alluvial Fan)          Sungai Bersirat (Braided Stream)


     Dataran Banjir (Floodplain)         Danau Tapal Kuda (Oxbow Lake)
       Tekuk Sungai (Point Bar)                                    Delta

    
                  Meandering                                       Crevasse

Tanggul Alam (Levee)

2.2.2. Pola Aliran Sungai 
Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola pengaliran tertentu diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi.
Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut:
1.  Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang).
Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah di-erosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.

2.  Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada bentangalam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.

3.  Pola Aliran Rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar.
Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.

4.  Pola Aliran Trellis
Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar.
Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluransaluran air yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah se  rah dengan sumbu lipatan.


















Gambar 4.1 Pola Aliran Sungai

5.  Pola Aliran Centripetal 
Pola aliran centripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, dimana aliran sungainya mengalir kesatu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran centripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan baratlaut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, dimana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.

6.  Pola Aliran Annular
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.

7.  Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar) 
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam.
Pola aliran paralel kadangkala meng-indikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

2.2.3. Genetika Sungai 
Sebagaimana diketahui bahwa klasifikasi genesa sungai ditentukan oleh hubungan struktur perlapisan batuannya. Genetika sungai dapat dibagi sebagai berikut:

a. Sungai Superposed atau sungai Superimposed
Sungai Superposed atau sungai Superimposed adalah sungai yang terbentuk diatas permukaan bidang struktur dan dalam perkembangannya erosi vertikal sungai memotong ke bagian bawah hingga mencapai permukaan bidang struktur agar supaya sungai dapat mengalir ke bagian yang lebih rendah. Dengan kata lain sungai superposed adalah sungai yang berkembang belakangan dibandingkan pembentukan struktur batuannya.

b. Sungai Antecedent
Sungai Antecedent adalah sungai yang lebih dulu ada dibandingkan dengan keberadaan struktur batuanya dan dalam perkembangannya air sungai mengikis hingga ke bagian struktur yang ada dibawahnya. Pengikisan ini dapat terjadi karena erosi arah vertikal lebih intensif dibandingkan arah lateral.

c. Sungai Konsekuen
Sungai Konsekuen adalah sungai yang berkembang dan mengalir searah lereng topografi aslinya. Sungai konsekuen sering diasosiasikan dengan kemiringan asli dan struktur lapisan batuan yang ada dibawahnya. Selama tidak dipakai sebagi pedoman, bahwa asal dari pembentukan sungai konsekuen adalah didasarkan atas lereng topografinya bukan pada kemiringan lapisan batuannya.

d. Sungai Subsekuen
Sungai Subsekuen adalah sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona yang resisten. sungai ini umumnya dijumpai mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan yang resisten terhadap erosi, seperti lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika sungai subsekuen seringkali dapat membantu dalam penafsiran geomorfologi.



e. Sungai Resekuen
Lobeck (1939) mendefinisikan sungai resekuen sebagai sungai yang mengalir searah dengan arah kemiringan lapisan batuan sama seperti tipe sungai konsekuen. Perbedaanya adalah sungai resekuen berkembang belakangan.













Gambar 4.2 Pola Aliran Sungai Trellis

f. Sungai Obsekuen
Lobeck juga mendefinisikan sungai obsekuen sebagai sungai yang mengalir berlawanan arah terhadap arah kemiringan lapisan dan berlawanan terhadap sungai konsekuen. Definisi ini juga mengatakan bahwa sungai konsekuen mengalir searah dengan arah lapisan batuan.

g. Sungai  Insekuen
Sungai  Insekuen adalah aliran sungai yang mengikuti suatu aliran dimana lereng tifdak dikontrol oleh faktor kemiringan asli, struktur atau jenis batuan.

Gambar 4.3 Blok diagram di daerah yang berstruktur komplek yang telah mengalami erosi yang cukup intensif. Percabangan sungai yang berkembang di daerah ini secara genetik dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur geologi yang mengontrolnya (r=resekuen; o = obsekuen; s = subsekuen)

Beberapa aspek dari pola pengaliran sungai menjadi sangat penting untuk pertimbangan dalam interpretasi geomorfologi, terutama:
1. Klasifikasi genetik sungai, hubungan sungai dengan kemiringan asli, batuan yang berada dibawah aliran sungai, dan struktur geologi.
2. Tahapan perkembangan suatu sungai
3. Pola pengaliran sungai
4. Anomali pengaliran dalam suatu pola aliran
5. Karakteristik detail seperti gradien sungai, kerapatan sungai, bentuk cekungan dan ukuran/dimensi, kemiringan cekungan dan kemiringan bagian hulu suatu lembah.
6. Jentera geomorfik.

Kombinasi dari aspek-aspek tersebut diatas sangat mungkin membantu dalam mengidentifikasi litologi, korelasi stratigrafi, pemetaan struktur geologi, menetukan sejarah tektonik dan sejarah geomorfologi. Berkut ini adalah uraian mengenai kombinasi antara struktur, litologi dan aktivitas sungai.




2.2.4. Tahapan Perkembangan Sungai
Tahapan perkembangan suatu sungai dapat dibagi menjadi 5 (tiga) stadia, yaitu stadia sungai awal, satdia muda, stadia dewasa, stadia tua, dan stadia remaja kembali (rejuvination).
Adapun ciri-ciri dari tahapan sungai adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Awal (Initial Stage)
Tahap awal suatu sungai seringkali dicirikan oleh sungai yang belum memiliki orde dan belum teratur seperti lazimnya suatu sungai. Air terjun, danau, arus yang cepat dan gradien sungai yang bervariasi merupakan ciri-ciri sungai pada tahap awal. Bentangalam aslinya, seringkali memperlihatkan ketidakteraturan, beberapa diantaranya berbeda tingkatannya, arus alirannnya berasal dari air runoff ke arah suatu area yang masih membentuk suatu depresi (cekungan) atau belum membentuk lembah. Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai (coastal plain) yang mengalami pengangkatan atau diatas permukaan lava yang masih baru / muda dan gunungapi, atau diatas permukaan pediment dimana sungainya mengalami peremajaan (rejuvenation).

2. Tahapan Muda
Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil lembahnya membentuk seperti huruf .V.. Air terjun dan arus yang cepat mendominasi pada tahapan ini.

3. Tahapan Dewasa
Tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya pembentukan dataran banjir secara setempat setempat dan semakin lama semakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang berbentuk meander, sedangkan pada sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai sudah membentuk aliran yang berbentuk meander, penyisiran kearah depan dan belakang memotong suatu dataran banjir (flood plain) yang cukup luas sehingga secara keseluruhan ditempati oleh jalur-jalur meander. Pada tahapan ini aliran arus sungai sudah memperlihatkan keseimbangan antara laju erosi vertikal dan erosi lateral.
Gambar 4.4 Pola perubahan bentuk alur sungai yang semula linear dan kemudian menjadi meander. Proses perubahan sungai dari linear ke meander disebabkan oleh sifat erosi vertikal berubah menjadi erosi lateral.

4.  Tahapan Tua
Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander dan lebar dari dataran banjir akan beberapa kali lipat dari luas meander belt. Pada umumnya dicirikan oleh danau tapal kuda (oxbow lake) dan rawa-rawa (swampy area). Erosi lateral lebih dominan dibandingkan erosi lateral.

5.  Peremajaaan Sungai (Rejuvenation)
Setiap saat dari perkembangan suatu sungai dari satu tahap ke tahap lainnya, perubahan mungkin terjadi dimana kembalinya dominasi erosi vertikal sehingga sungai dapat diklasifikasi menjadi sungai dalam tahapan muda. Sungai dewasa dapat mengalami pengikisan kembali ke arah vertikal untuk kedua kalinya karena adanya pengangkatan dan proses ini disebut dengan perenajaan sungai. Proses peremajaan sungai adalah proses terjadinya erosi ke arah vertikal pada sungai berstadia dewasa akibat pengangkatan dan stadia sungai kembali menjadi stadia muda.



Gambar 4.5 Proses perkembangan sungai oleh aktivitas arus sungai, mulai stadia awal, stadia muda, stadia dewasa, dan stadia tua.
 
                   Stadia Awal                                             Stadia Muda


                Stadia Muda                                            Stadia Dewasa
                    Stadia Tua                                       Stadia Rejuvination

Gambar 4.6 Stadia sungai: stadia awal, stadia muda, stadia dewasa, dan stadia tua dan stadia rejuvination.




2.3. Berdasarkan Sumber Air
2.3.1. Sungai Hujan
Sungai hujan adalah sungai yang mendapatkan air dari hujan. Di Indonesia sebagian besar sungai-sungainya adalah sungai hujan karena Indonesia negara tropis yang banyak turun hujan.

2.3.2. Sungai Gletser
Sungai gletser adalah sungai yang sumber airnya berasal dari salju yang mencair berkumpul menjadi kumpulan air besar yang mengalir. Sungai membramo / memberamo di daerah papua / irian jaya adalah salah satu contoh dari sungai gletser yang ada di Indonesia.

2.3.3. Sungai Campuran
Sungai campuran adalah sungai di mana air sungai itu adalah pencampuran antara air hujan dengan air salju yang mencair. Contoh sungai campuran adalah sungai digul di pulau papua / irian jaya.

2.4. Berdasarkan Struktur Geologi
2.4.1. Sungai Anteseden
Sungai Anteseden adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran airnya walaupun ada struktur geologi (batuan) yang melintang. Hal ini terjadi karena kekuatan arusnya, sehingga mampu menembus batuan yang merintanginya.

2.4.2. Sungai Superposed
Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.




2.5. Berdasarkan Debit Airnya
2.5.1. Sungai Permanen
Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.

2.5.2. Sungai Periodik
Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.

2.5.3. Sungai Episodik
Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.

2.5.4. Sungai Ephemeral
Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.








BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1.    Sungai dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan pola alirannya, sumber airnya, struktur geologinya, dan debit airnya.
2.    Berdasarkan pola alirannya mencakup beberapa pokok bahasan berdasarkan pola aliran, genetika, tahap perkembangan, dan sistem sungai.
3.    Berdasarkan sumber airnya, sungai dibedakan menjadi sungai hujan, sungai gletser, dan sungai campuran.
4.    Berdasarkan struktur geologinya, sungai dibedakan menjadi sungai anteseden dan sungai superposed.
5.    Berdasarkan debit airnya, sungai dibedakan menjadi sungai permanen, periodic, episodik, dan sungai ephemeral.

3.2. Saran
1.    Lakukanlah pengamatan terhadap sungai-sungai di daerahmu untuk mengetahui jenisnya.
2.    Selalu jaga kebersihan sungai.
3.    Lakukanlah perawatan terhadap sungai.